LightReader

Chapter 25 - Bab 26 - Bayangan dan Cahaya Baru

Lokasi: Pinggiran Hutan Finrena, dua minggu setelah meninggalkan desa Elf

Grup Elang telah meninggalkan hutan para elf. Ranting-ranting pohon masih membawa aroma sihir dan tanah lembap. Di kejauhan, suara burung liar dan desir angin menggantikan nyanyian roh yang biasa mereka dengar di desa.

"Kalau begini terus, kita bakal jadi buronan profesional, ya?" celetuk Fren sambil duduk di atas batu besar, mengunyah buah hutan yang dipetik secara ilegal—menurut Yenra, si ahli strategi yang sangat patuh aturan.

"Erellya masih tidur di atas pohon, ya?" tanya Seviel, setengah tertawa.

"Dia belum biasa tidur di tanah. Mungkin trauma meninggalkan rumah," kata Kilyuna, yang memeriksa pedangnya di bawah cahaya pagi.

"Atau mungkin karena kamu, Kak Kilyuna, yang dia ikuti diam-diam." Yenra menyelipkan kalimatnya sambil merapikan peta dengan wajah datar, namun senyumnya tak bisa disembunyikan.

Kilyuna menghela napas. "Jangan mulai."

Namun, atmosfer kelompok sudah berubah sejak Erellya bergabung. Meskipun ia bukan pejuang sejati dan masih belajar memahami kekuatannya, semangatnya cerah dan membuat perjalanan yang berat jadi terasa lebih ringan. Bahkan Fren, yang biasanya sinis, terlihat sering membantu Erellya mempelajari dasar-dasar pertahanan diri.

"Aku beneran gak ngerti kenapa kupingnya agak miring ke bawah," bisik Fren pada Seviel suatu malam.

"Itu bukan 'miring', itu kuping elf, Fren."

Erellya tidak tahu bahwa sebagian petinggi desa menyimpan rahasia besar tentang dirinya. Ia tidak memiliki darah naga seperti Vilma, tapi tubuhnya membawa jejak Keterampilan Surgawi yang sangat langka—kemampuan mengelementasi diri secara alami, seperti menyatu dengan angin, tanah, atau bahkan api. Sayangnya, ia sangat rentan terhadap sihir ruang-waktu dan energi kegelapan. Dan lebih parah lagi: ia bahkan belum menyadari batasan itu.

Sementara itu, di tempat lain…

---

Lokasi: Wilayah Timur Benua Austania – Kota Pelabuhan Kuroen, markas tersembunyi Kekaisaran Timur

Di bawah reruntuhan kuil tua yang sudah ditinggalkan, berkumpul sekelompok pria dan wanita berseragam gelap. Di tengah mereka berdiri seorang lelaki tua dengan rambut keperakan dan mata yang tajam.

"Grup Elang telah keluar dari hutan," katanya pelan. "Waktu kita hampir habis. Dewan mulai curiga, dan Rubelion sedang bersekutu dengan para dwarf."

"Apakah kita melanjutkan proyek Rekayasa Roh?" tanya seseorang dari bayangan.

"Ya, dan mulai awasi para penerus darah tua," jawab sang pemimpin.

Di belakang mereka, sebuah kapsul besar menyala lembut. Di dalamnya, tampak sosok humanoid, separuh tubuhnya terdiri dari logam, separuh lainnya dari jaringan otot yang terbentuk dari inti mana murni.

"Senjata Unik ke-5 hampir stabil. Kita akan gunakan ini untuk menyerang sebelum musim dingin datang."

---

Lokasi: Perkemahan Grup Elang – Tepi Pegunungan Mivandrel

Sementara itu, Grup Elang tengah duduk melingkar di sekitar api unggun.

"Aku serius, Seviel. Kalau kamu masak lagi tanpa garam, aku keluar dari grup ini," keluh Fren sambil menatap roti gosong di tangannya.

"Itu bukan tanpa garam. Itu gaya masak Elf Kuno. Minimalis," bela Seviel sambil melipat tangan.

Yenra, yang sedang menulis catatan harian perjalanan mereka, menambahkan tanpa menoleh, "Kita harus tetap hemat logistik. Dan jangan salahkan Seviel terus, Fren. Terakhir kali kamu masak, air pun menyerah menguap."

"Benar juga," kata Kilyuna sambil tertawa kecil. Momen ini membuat Vilma, yang sedari tadi duduk diam, ikut tersenyum.

"Aku senang… bisa bersama kalian," katanya pelan.

Fren mengangkat alis. "Lho, kok jadi mellow?"

"Aku cuma… belum pernah merasakan ini sebelumnya. Seperti punya keluarga, meski kita aneh-aneh semua."

Seviel mendekat, merangkul bahu Vilma. "Ya, kita ini memang keluarga yang sangat... fungsional."

"Kalau fungsional artinya meledakkan dua dapur selama perjalanan, aku setuju," timpal Yenra.

Tawa pecah di antara mereka, bahkan Erellya tertawa—tawa kecil tapi tulus. Di wajahnya masih terlihat keraguan, tapi juga harapan. Dalam mimpinya semalam, ia melihat bayangan seorang wanita bermata tajam dan suara yang menyebut namanya bukan sebagai Erellya, tapi sebagai "pengganti".

Ia tidak mengerti arti mimpi itu, dan belum berani bertanya. Terutama karena salah satu ketua suku elf—yang tidak ingin Erellya meninggalkan desa—mengucapkan kata yang sama sebelum ia pergi: "Semoga kau menemukan jati dirimu yang sejati."

---

Keesokan harinya, saat matahari belum sepenuhnya muncul, Yenra melaporkan sesuatu.

"Ada gerakan aneh dari arah timur. Dua bayangan memata-matai kita tadi malam, lalu menghilang ke lembah. Tapi aku tidak mengenali sihir mereka."

Kilyuna berdiri cepat. "Kekaisaran Timur?"

"Mungkin. Atau seseorang yang lebih berbahaya."

Seviel segera memadamkan api unggun, Fren mengambil dua belatinya, dan Vilma sudah bersiap dengan formasi pertahanan dasar yang diajarkan Kilyuna.

"Kalau mereka datang, kita akan beri sambutan hangat," kata Vilma.

"Dan makanan hambar, pasti bikin mereka kabur sendiri," tambah Fren.

Kilyuna tersenyum tipis. "Kita tidak akan lari. Tapi kita juga tidak boleh gegabah. Tujuan kita masih jauh."

"Tujuan kita apa, sebenarnya?" tanya Erellya tiba-tiba.

Sunyi.

Lalu Kilyuna menjawab, "Kebenaran. Tentang dunia ini, tentang masa lalu kita, dan tentang apa yang akan datang."

Semua mengangguk. Api unggun sudah padam, tapi bara semangat di mata mereka baru saja menyala lebih terang.

Dan dari kejauhan… sepasang mata mekanik menyaksikan mereka dari balik kabut.

---

Lokasi: Tepi Pegunungan Mivandrel – Subuh

Kabut masih tebal di antara bebatuan tajam saat Kilyuna mengarahkan kelompok untuk bergerak lebih tinggi, mencari tempat bertahan sementara. Bau tanah basah dan angin dingin membuat langkah mereka lebih berat.

Namun, tanpa mereka sadari, dari balik kabut, sosok-sosok berjubah gelap mengamati. Pakaian mereka berlapis kain dan pelindung logam ringan, dihiasi motif tenunan rumit yang biasa ditemukan di negeri-negeri jauh di timur benua Austania—negeri yang menjunjung tinggi kehormatan, kesetiaan, dan teknik bela diri kuno yang diwariskan turun-temurun.

Kelompok ini adalah bagian dari Unit Bayangan Kaisar, organisasi rahasia milik Kekaisaran Timur, yang kini dipimpin oleh seorang wanita bernama Kanao Amari. Di antara dunia gelap para bangsawan dan prajurit, nama Kanao Amari dikenal sebagai 'Pedang Senja'—dingin, cepat, dan tanpa belas kasihan.

Mereka memiliki satu misi: menculik Vilma dan Grup Elang.

Tujuannya bukan hanya soal kekuatan Vilma sebagai setengah naga, tapi juga karena informasi lain yang baru-baru ini bocor ke tangan Kekaisaran: tentang Keterampilan Surgawi yang tertidur dalam tubuh Erellya.

Dan ironisnya, sumber kebocoran itu berasal dari orang yang paling tak mereka duga.

Elarion, salah satu tetua elf yang dulunya sangat dihormati oleh Vilma dan yang lain, diam-diam telah menjual informasi tersebut.

Meski Vilma, Kilyuna, dan Yenra sudah mulai mencurigai sesuatu sejak perpisahan mereka dengan para elf—melihat gerakan aneh di desa dan beberapa ucapan Elarion yang terasa "terlalu penuh doa"—mereka belum punya bukti kuat. Hingga kini.

---

Lokasi: Markas Rahasia di Bawah Lembah

Kanao Amari berdiri di tengah ruangan bercahaya redup. Tubuhnya ramping, bersenjata dua pedang pendek di pinggang, dan jubah hitam bersulam pola daun emas menjuntai hingga lantai.

"Aku ingin mereka dibawa hidup-hidup," katanya dingin. "Terutama gadis bermata kuning dan yang bertelinga panjang itu."

Seorang bawahannya berlutut di hadapannya. "Grup Elang bergerak menuju jalur pegunungan. Jika kita menyerang saat mereka beristirahat, peluang keberhasilan 90%."

Kanao mengangguk. "Gunakan Asura Unit. Jangan ada penduduk lokal yang melihat kita."

Di sudut ruangan, seorang pria tua berambut perak—yang wajahnya mirip sekali dengan gambaran Elarion—memperhatikan dengan mata penuh keraguan, namun memilih tetap diam.

---

Lokasi: Perkemahan Sementara Grup Elang

Malam itu, sebelum tidur, Yenra membisikkan sesuatu kepada Kilyuna dan Vilma.

"Aku sudah mencocokkan pola sihir di area ini... Beberapa garis pelacak berasal dari teknik yang hanya diajarkan di Hutan Elderen."

Kilyuna mengangguk perlahan, ekspresinya gelap. "Elarion."

"Aku sudah menduganya," gumam Vilma, menggenggam erat jubahnya. "Saat dia mengucapkan 'Semoga kalian menemukan takdirmu,' aku merasa... aneh."

"Berarti sejak awal, kita sudah diawasi," kata Seviel dengan nada berat.

"Ya," kata Kilyuna tegas. "Dan mulai sekarang, kita harus bersiap menghadapi yang lebih buruk."

Fren, yang biasanya bercanda, kini hanya memandang api unggun yang hampir padam, wajahnya serius.

"Kalau mereka datang," katanya lirih, "kita pastikan mereka menyesal memilih kita sebagai target."

Di kejauhan, kabut mulai berputar—dan malam itu, angin membawa aroma besi dan bahaya yang kian mendekat.

---

Lanjutan – Pertempuran Malam Berdarah]

Silent Bell terus berdenting pelan.

Udara makin berat, kekuatan Grup Elang terkikis perlahan.

Dari balik kabut, 4 sosok lain melangkah keluar, wajah mereka dingin dan tanpa ampun.

Empat Eksekutor Elit Unit Asura:

1. Gavrin Lotte – Ahli senjata rantai berduri, pemilik keterampilan "Penjara Gerbang Hitam", bisa membatasi gerakan musuh dengan rantai berbasis sihir dimensi.

2. Selena Krauss – Penyihir racun tingkat tinggi, bisa mencemari udara sekitar dengan racun halus hampir tak terdeteksi.

3. Mord Veist – Ahli seni bela diri tubuh kosong, pengguna Jalur Roh yang mampu memperkuat tubuh hingga tingkat monster.

4. Trevon Iscarn – Pemanah dimensi, setiap panahnya dapat menembus penghalang dan melukai target di ruang jebakan sekalipun.

Total:

Frelzar Vaerin (Naga Es)

Ruvell Sorna (Silent Bell)

Gavrin (Rantai)

Selena (Racun)

Mord (Fisik)

Trevon (Pemanah)

Mereka semua peringkat A+ hingga S, hanya Frelzar yang SS.

Grup Elang segera paham: ini bukan sekadar pertempuran biasa—ini penyergapan terencana untuk membantai mereka!

---

[Pertempuran Memecah]

Kilyuna vs Frelzar Vaerin

Vilma & Fren vs Gavrin Lotte

Seviel vs Selena Krauss

Yenra vs Mord Veist

Trevon Iscarn membidik semua orang dari kejauhan, mengacaukan formasi.

Sementara itu Ruvell Sorna tetap fokus mempertahankan Silent Bell, tubuhnya makin pucat karena energi terkuras.

---

Kilyuna vs Frelzar

Pedang dimensi Kilyuna bersinar hitam-biru, menebas cepat.

Frelzar mengangkat satu tangan—es naga mengeras di udara, menahan tebasan itu dengan mudah. Setiap kali Kilyuna menyerang, Frelzar membalas dengan gelombang hawa beku, memperlambat gerakan Kilyuna.

Mereka bertarung seperti kilatan petir di tengah badai es.

Frelzar tersenyum dingin.

"Ini semua? Kau bahkan belum membuatku bergerak sungguhan."

---

Vilma & Fren vs Gavrin

Gavrin mengibaskan rantai sihirnya. Rantai itu membelah tanah dan udara, berusaha mengikat Vilma dan Fren sekaligus.

Fren bergerak cepat, menggunakan kekuatan Jalur Roh untuk menghindari, tapi rantai Gavrin punya kemampuan "mengunci dimensi," membuat ruang di sekitar mereka bergelombang, sulit diprediksi.

Vilma menghindar, pupilnya bercahaya. Tangan kirinya berubah sebagian, sisik naga merah mengeras di kulitnya.

Satu pukulan naganya menghancurkan satu bagian rantai—namun Gavrin hanya tertawa kecil, memunculkan lebih banyak rantai dari tanah.

"Kalian tidak bisa kabur dari Penjara Gerbang Hitam!" teriak Gavrin.

---

Seviel vs Selena

Seviel menghindari kabut hijau keunguan yang hampir tak terlihat.

Selena menebar racun ke udara, sambil melantunkan mantra berbahasa roh kuno, mempercepat penyebaran.

Seviel menggunakan sihir cahaya untuk menahan racun, tapi sedikit demi sedikit tubuhnya melemah.

"Kalau kau menarik napas terlalu banyak... kau akan lumpuh," bisik Selena sambil tersenyum manis namun mengerikan.

---

Yenra vs Mord

Mord menyerang seperti binatang buas, tiap pukulannya menghancurkan tanah.

Yenra bertahan dengan kecepatan tinggi, memainkan pedangnya seperti tarian bayangan, namun kekuatan fisik Mord begitu brutal hingga satu kesalahan kecil bisa berakibat fatal.

Mord hanya tertawa, menikmati pertarungan ini.

"Kau cepat, bocah! Tapi ketahananmu lemah!!" teriak Mord, menghantam tanah dan menciptakan gelombang kejut.

---

Trevon Iscarn

Dari kejauhan, Trevon melepaskan panah bertubi-tubi.

Setiap panahnya berkilau tipis, hampir tak bisa dideteksi sebelum meledak menembus pertahanan alami.

Fren hampir terkena satu panah di bahu, darah mengalir sedikit.

Vilma meraung dalam hati.

(Mereka mengunci kita sepenuhnya... Kita tak bisa bertahan kalau begini terus!)

---

[Kondisi Grup Elang]

Energi menurun akibat efek Silent Bell.

Semua anggota terluka ringan hingga sedang.

Ruang buatan terus melemahkan stamina mereka.

---

[Rencana Balik]

Kilyuna dengan cepat berpikir di tengah tekanan.

"Fokus jatuhkan Ruvell!" teriaknya keras. "Tanpa Silent Bell, kita bisa bergerak lebih bebas!"

Seviel, Fren, dan Yenra langsung mengubah arah serangan.

Mereka melakukan manuver berbahaya, memancing lawan-lawan mereka keluar dari posisi bertahan.

Vilma, darah naganya membara, memutuskan.

(Ini... saatnya aku bertarung lebih serius.)

Matanya bersinar emas terang, lima pupilnya berputar cepat.

Aura naga membakar udara.

Frelzar, untuk pertama kalinya, matanya melebar sedikit.

(Naga? Tidak... lebih dari itu.)

Vilma mengerahkan tenaga besar, menerobos rantai Gavrin, menembus kabut racun Selena, dan berlari lurus menuju Ruvell!

Ruvell menggertakkan giginya.

Silent Bell berdentang keras, ruang buatan berguncang hebat, tapi tubuh Ruvell sendiri hampir roboh karena energi hidupnya terserap.

Jika Vilma berhasil...

Silent Bell akan runtuh, dan seluruh alur pertempuran bisa berbalik!

---

Silent Bell terus berdenting pelan.

Udara makin berat, kekuatan Grup Elang terus terkikis.

Empat Eksekutor Elit Unit Asura muncul:

Gavrin Lotte (rantai dimensi)

Selena Krauss (penyihir racun)

Mord Veist (petarung tubuh kosong)

Trevon Iscarn (pemanah dimensi)

Sementara itu, Frelzar Vaerin (Naga Es Muda Peringkat SS) dan Ruvell Sorna (Silent Bell) berdiri sebagai dua ujung tombak paling berbahaya.

---

Formasi Pertempuran:

Vilma vs Frelzar Vaerin

Kilyuna vs Ruvell Sorna (berusaha membuka penjara ruang)

Fren & Seviel & Yenra bertarung masing-masing melawan Gavrin, Selena, dan Mord.

Trevon Iscarn bertugas sebagai sniper jarak jauh untuk mengacaukan Grup Elang.

---

[Vilma vs Frelzar – Duel Dua Naga]

Dua kekuatan darah naga bertabrakan.

Udara di sekitar mereka membeku dan bergetar bersamaan.

Frelzar mengangkat tangannya, mengkristalkan hawa dingin menjadi tombak es raksasa.

Vilma, dengan mata kuning lima pupilnya berputar cepat, menghindar lalu membalas dengan pukulan bercampur aura naga, menghancurkan es di udara.

"Sepertinya... darahmu tak asing," gumam Frelzar, matanya yang biru pucat menyipit.

Vilma tak menjawab. Tubuhnya perlahan berubah, sisik merah keemasan mengeras di sepanjang lengan dan bahu.

Satu langkah Vilma membuat tanah di bawahnya retak.

Mereka bertarung brutal, adu kekuatan murni:

Es lawan Api, Tekanan lawan Daya Ledak.

---

[Kilyuna vs Penjara Silent Bell]

Sementara itu, Kilyuna berlari zig-zag, menghindari rantai ruang Silent Bell yang berusaha menangkapnya.

Ruvell mengendalikan Silent Bell di tengah, wajahnya sudah mulai pucat.

Menggunakan kekuatan ini terus-menerus menggerogoti hidupnya.

Kilyuna memfokuskan mata Dimensinya.

Satu-satunya cara keluar dari ruang buatan ini: menghancurkan lingkaran sihir utama yang disembunyikan di tubuh Silent Bell!

Kilyuna menghimpun energi dimensi ke dalam pedangnya, siap melakukan tebasan presisi satu kali.

(Ini... harus sempurna.)

---

[Pertarungan Grup Elang Melawan Eksekutor Elit]

Fren menghadapi Gavrin. Dia bergerak cepat menghindari rantai-rantai yang muncul dari tanah, mencoba menembus pertahanan lawannya.

Seviel melawan Selena, berusaha menggunakan sihir cahaya untuk menetralkan kabut racun yang terus menekan mereka.

Yenra bertahan dari serangan brutal Mord, menggunakan teknik pedang kecepatan untuk mengimbangi kekuatan mentah Mord.

Trevon dari jauh, melesatkan panah demi panah yang hampir tak terlihat, membuat semua anggota Grup Elang selalu harus waspada.

Tekanan datang dari segala arah.

Silent Bell memperlambat semua gerakan, membuat stamina Grup Elang semakin menurun.

---

[Momen Kritis]

Vilma semakin terdesak oleh serangan bertubi-tubi Frelzar.

Meskipun kekuatan naganya kuat, perbedaan teknik bertarung menjadi tantangan besar: Frelzar, walaupun masih muda, memiliki pengalaman bertarung melawan makhluk kuat lainnya.

Di sisi lain, Kilyuna akhirnya menemukan celah—dia mendeteksi pusat lingkaran sihir Silent Bell terletak di dada kanan Ruvell!

Kilyuna melesat cepat, seolah menghilang, dan mengayunkan pedangnya tepat ke arah itu.

Namun Ruvell, dengan sisa kekuatannya, memperkuat Silent Bell untuk pertahanan terakhir.

Bummmm!!

Tabrakan energi menggetarkan seluruh ruang buatan.

---

[Ending Sementara]

Vilma dan Frelzar masih bertarung habis-habisan, memunculkan tanda-tanda transformasi naga lebih besar dari Vilma.

Kilyuna berhasil retakkan lingkaran sihir Silent Bell, tapi belum sepenuhnya menghancurkan.

Grup Elang terluka, tapi tetap bertahan dengan keras kepala.

Unit Asura tidak menyerah, memperketat tekanan.

Pertempuran makin kacau.

Keputusan hidup dan mati tinggal beberapa menit lagi!

---

Fren vs Gavrin Lotte (Rantai Dimensi)

Fren menggertakkan giginya.

Gavrin bergerak seperti bayangan, melemparkan rantai-rantai berujung tombak yang keluar dari udara kosong.

Satu rantai hampir mengenai wajah Fren, tapi ia berhasil menangkis dengan pedangnya. Namun, serangan itu tetap menciptakan luka dalam di lengan kanannya.

"Kalau terus bertahan... aku yang mati lebih dulu," pikir Fren, darah menetes deras.

Gavrin tersenyum kecil, seperti kucing bermain-main dengan mangsanya.

Dia mengangkat tangan, dan puluhan rantai kecil muncul mengelilingi Fren dalam formasi berburu.

Klak-klak-klak!

Rantai itu menjerat, memotong udara, mencoba membelenggu Fren dari segala arah.

Fren menguatkan kedua kakinya, menarik napas, dan mengaktifkan Mode Berani Mati: ia melepaskan pertahanannya demi satu serangan menusuk ke depan.

ZASH!

Fren menusuk tepat ke bahu Gavrin—namun pada saat bersamaan, rantai Gavrin menancap dalam ke kaki kanan Fren.

Fren berteriak keras, tapi tetap memutar pedangnya, merobek bahu Gavrin lebih dalam.

Keduanya jatuh terpisah, darah mengalir deras dari tubuh mereka.

---

Seviel vs Selena Krauss (Penyihir Racun)

Sementara itu, Seviel sudah tertutup kabut hitam beracun.

Selena berdiri di kejauhan, tersenyum sinis.

"Berapa lama tubuhmu bisa bertahan... tanpa udara bersih?" bisiknya.

Seviel menggertakkan gigi, matanya setengah buram.

Dia menggunakan mantra sihir cahaya berkali-kali untuk menghalau kabut, tapi setiap kali satu bagian menghilang, Selena mengisi lagi dengan racun baru.

Tubuh Seviel penuh luka kecil dari gas asam mikroskopik—sakit seperti terbakar.

"Kalau aku tidak... mengakhirinya sekarang, dia akan melumpuhkan kita semua!" pikir Seviel.

Dengan sisa kekuatannya, Seviel melemparkan serangan konsentrasi sihir cahaya:

membentuk tombak cahaya murni yang menembus kabut.

Vwuuush!

Tombak itu melesat ke Selena.

Tepat sebelum terkena, Selena tersenyum, lalu memperlambat pergerakannya dengan mantra racun tubuhnya sendiri, membuat tombak itu hanya menggores perutnya.

Namun luka itu cukup dalam.

Selena terbatuk darah, sementara Seviel jatuh berlutut, matanya hampir kosong.

---

Yenra vs Mord Veist (Petarung Tubuh Kosong)

Pertarungan Yenra dan Mord bahkan lebih brutal.

Mord tidak menggunakan senjata.

Tangan kosongnya lebih keras dari logam.

Setiap pukulan Mord menghancurkan udara.

Satu pukulannya menghantam dada Yenra, melemparkannya lima meter ke belakang, membuatnya muntah darah.

Yenra bangkit dengan gemetar, darah menetes dari mulut dan hidungnya.

"Kalau aku jatuh sekarang... kita semua tamat..." gumam Yenra.

Mord berjalan santai, penuh percaya diri.

Tubuhnya tidak sedikitpun terluka.

Tuk!

Yenra menusuk kakinya sendiri dengan belatinya, memaksa dirinya tetap sadar.

Dia menggunakan Teknik Pedang Langkah Bayangan—sebuah teknik berisiko tinggi untuk menghasilkan kecepatan dan kekuatan ledakan dalam satu tebasan.

Mord menertawakan usaha itu—sampai tiba-tiba Yenra menghilang dalam gerakan aneh, lalu muncul di belakangnya, mengayunkan pedangnya dari bawah ke atas.

Ssshrakkk!

Pedang Yenra menembus dari pinggul ke dada Mord!

Mord memuntahkan darah hitam.

Tapi sebagai petarung tubuh kosong, Mord tidak langsung tumbang—sebaliknya, dia membalikkan badan dan menghantam Yenra dengan siku ke wajah.

Crack!

Hidung Yenra patah, darah muncrat.

Keduanya jatuh ke tanah, sekarat.

---

[Kondisi Setelah Pertarungan]

Fren bersimbah darah, kakinya lumpuh, tapi masih mengacungkan pedang ke Gavrin yang pincang.

Seviel hampir pingsan karena racun, tapi masih bertahan menahan kabut dengan sisa mantra terakhir.

Yenra berdiri dengan hidung patah dan tubuh penuh luka, sementara Mord tertunduk dengan luka fatal.

Grup Elang benar-benar dalam kondisi sekarat.

Namun mereka tidak menyerah.

Mereka tahu... mereka hanya perlu bertahan sedikit lebih lama.

Kilyuna masih berusaha membuka ruang Silent Bell. Vilma bertarung mati-matian dengan naga es.

Mereka hanya perlu satu keajaiban lagi.

---

More Chapters