LightReader

Chapter 24 - Bab 25 – Mata yang Menembus Retakan

Tempat: Desa Elf, Tepi Hutan Finrena

Waktu: Dua tahun setelah Pertempuran Gunung Terkutuk

Langit malam menyelimuti hutan Finrena dengan selimut kabut tipis. Di atas jembatan tua yang melintasi sungai kecil, Kilyuna berdiri dalam diam. Malam ini terasa seperti masa lalu yang mencoba menembus dimensi waktu.

Langkah ringan menyusul dari belakang. "Masih belum bisa tidur?" tanya Vilma, berdiri di sampingnya.

Kilyuna hanya mengangguk. "Tempat ini… terlalu tenang. Mirip tempat dulu aku tinggal bersama adikku."

[KILAS BALIK]

Tempat: Fasilitas Eksperimen Rahasia, Selatan Rubelion

Waktu: 6 Tahun Sebelum Cerita Dimulai

Dua anak dalam sel isolasi berdinding baja: Kilyuna muda dan Reinya, adik perempuannya. Wajah mereka mirip, tapi Reinya punya rambut kuning cerah dan mata hijau yang bersinar. Ia lebih ceria, lebih lembut, dan selalu menggambar simbol sihir di lantai.

"Kamu akan ngajak aku lihat bintang, kan, Kilyu?"

"Ya. Kita pergi bareng."

Hari itu tidak datang.

Eksperimen ke-17 gagal. Dimensi pecah. Kilyuna diselamatkan, Reinya tertinggal. Telinga manusia biasa, rambut kuning bersinar, terakhir kali ia lihat Reinya menangis sambil menggambar lingkaran sihir pemanggil.

---

[KILAS BALIK LANJUTAN]

Tempat: Aula Utama Desa Elf

Waktu: Beberapa hari setelah kedatangan

Putri Elf masuk, menyapa dengan senyum hangat. Mata zamrud, langkah anggun, dan aura sihir roh yang lembut. Kilyuna terpaku saat pertama kali melihatnya.

Wajahnya sangat mirip. Suaranya, cara tertawanya... bahkan getaran mananya.

Tapi…

> Telinganya panjang dan runcing. Rambutnya keperakan, bukan kuning.

Kilyuna ingin meyakini itu hanya kebetulan, tapi tubuhnya bereaksi sebaliknya. Detak jantungnya tak pernah tenang tiap kali melihat Putri Elf.

> "Kalau dia Reinya… kenapa berubah?"

"Kalau bukan… kenapa aku merasa bersalah tiap kali dia tersenyum?"

---

Kembali ke Malam Itu

"Dia... mirip adikmu?" tanya Vilma pelan.

Kilyuna diam.

"Kalau aku boleh nebak," lanjut Vilma, "kamu takut salah menaruh harapan?"

Kilyuna menghela napas. "Telinganya… panjang. Rambutnya... bukan warna yang sama. Tapi... matanya, caranya bicara... rasanya seperti…"

Vilma memandang langit. "Kalau dia bukan Reinya, berarti kau masih mencari. Tapi kalau dia memang Reinya, mungkin... ada alasan dia berubah."

---

Angin berhembus ringan. Kilyuna menutup mata, melihat kembali retakan dimensi yang menghantuinya. Di balik celah retakan itu, sesosok gadis kecil tertawa sambil menggambar di lantai. Dan di dunia nyata, sosok Putri Elf berdiri di kejauhan—senyum lembutnya mengusik luka yang belum sembuh.

---

More Chapters