LightReader

Chapter 31 - Bab 32 — Kehancuran Elandrial

Bab 32 — Kehancuran Elandrial

Suhu di desa Elandrial terasa semakin panas, meskipun matahari baru saja terbenam. Teror yang datang dari serangan Kael semakin jelas saat para penyihir elit dari Kerajaan Rubelion mulai merobohkan perlindungan sihir desa yang sudah ada selama berabad-abad. Di kejauhan, suara gemuruh datang dari golem-golem raksasa yang menghancurkan bangunan, dan suara erangan dari para elf yang berusaha melawan.

Kael, komandan militer Kerajaan Rubelion dan kapten pasukan elit, berdiri di depan pasukannya. Dengan mata yang tajam dan penuh tekad, ia memandang desa yang perlahan mulai runtuh. Sosoknya yang penuh ambisi dan obsesi, terutama terhadap seorang gadis yang tidak ada di tempat ini, tetap menjadi pusat pikirannya. Dia ingin menghancurkan desa ini sebagai langkah pertama menuju penguasaannya, dan tentu saja, untuk mendapatkan apa yang dia inginkan — Vilma.

"Hancurkan semuanya! Jangan biarkan siapa pun lolos!" teriak Kael dengan suara yang penuh kebencian dan tekad. Di belakangnya, seratus penyihir mulai merapal mantra untuk merobohkan struktur terakhir yang melindungi desa tersebut. Golem-golem besar dan wyvern terbang tinggi di atas mereka, siap untuk menambah kekacauan.

Namun, dalam kehancuran itu, muncul sosok seorang wanita dari antara reruntuhan. Dengan mantel biru yang melambai, rambut hitam panjang tergerai, dan mata yang tajam seperti pedang, sosok itu berjalan ke depan dengan ketenangan yang mencengangkan. Dengan setiap langkahnya, aura sihirnya semakin terasa kuat.

Wanita ini adalah Rylira Erell—Ibu Erelllya, pemimpin suku elf yang terhormat dan pelindung desa Elandrial. Meskipun usianya sudah sangat tua, kekuatan dan kebijaksanaannya masih luar biasa. Tanpa mengucapkan kata, dia sudah menciptakan medan energi yang menggetarkan tanah.

Kael melihat sosoknya dan menatap dengan mata penuh tekad.

"Jangan harap kau bisa menghentikanku, peramal tua," katanya dengan suara penuh kebencian. "Ini adalah akhir bagi desa ini."

Rylira Erell mengangkat tangannya, menciptakan medan energi yang luar biasa di sekitar dirinya, seakan menyatu dengan alam sekitarnya. "Kau salah, kau tidak akan bisa merusak tempat ini," katanya tenang.

Kael memandangnya dengan dingin, lalu melangkah maju, suara sihir yang meremukkan tanah mengikuti setiap langkahnya. "Kau pikir bisa melawan pasukan yang kuturunkan? Termasuk golem dan wyvern ini? Sihirmu tak akan cukup!"

Tanpa menjawab, Rylira Erell mengangkat tongkat panjangnya yang berkilau dengan sihir murni. Dengan satu gerakan, ia mengirimkan gelombang energi alami yang menggetarkan bumi. Cahaya biru kehijauan memancar ke seluruh desa, memukul mundur golem dan penyihir-penyihir yang mendekat.

---

Di sisi lain dari desa, seorang wanita berpakaian hitam, Ratu Sihir, berjalan dengan tenang menuju pusat desa. Dia adalah Fyra Censhall, Ratu Sihir Tertutup, dan peneliti utama Divisi Rahasia di Kerajaan Rubelion. Seorang bangsawan dari keluarga Argent yang memiliki penguasaan luar biasa atas sihir tanpa lingkaran. Dikenal karena kemampuan mengendalikan alat canggih yang dapat menghancurkan benteng pertahanan sihir dengan mudah.

Fyra sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi lima penyihir elit elf yang berjumlah tinggi—pemimpin tertinggi dari berbagai klan elf yang memiliki kekuatan sihir roh yang luar biasa. Dengan senyum tipis di wajahnya, ia tak terlihat terpengaruh oleh perlawanan yang terjadi di sekitarnya.

"Satu lawan lima? Terlalu mudah," katanya pada dirinya sendiri.

Ketika ia memasuki pusat desa, kelima penyihir itu sudah menunggu. Masing-masing dari mereka memiliki aura yang mengerikan, menciptakan getaran sihir yang terasa mengguncang udara di sekitar mereka.

"Kau datang untuk menghancurkan kami?" kata salah satu elf, matanya tajam dan penuh kebencian.

Fyra tersenyum, merespons dengan keangkuhan. "Aku hanya ingin melihat apakah kalian bisa bertahan. Sihir kalian tak akan cukup untuk menahan kekuatan canggih yang aku miliki."

Dalam sekejap, Fyra melambungkan tangannya ke udara. Sebuah energi hitam keunguan meletus dari tangannya, menghancurkan sebagian besar tanah di sekitar mereka. Para elf bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan perisai sihir roh untuk melawan serangan itu. Namun, Fyra terlalu cepat. Dengan alat canggih yang dia bawa, ia...

---

Kael berdiri tegak di tengah medan pertempuran yang telah hancur, matanya tajam mengamati pemimpin elf yang kini berdiri di hadapannya. Desa Elandrial, yang dahulu penuh dengan kehidupan, kini hancur berantakan. Suara ledakan sihir, benturan senjata, dan teriakan kesakitan bergema di udara. Mayat-mayat elf berserakan di tanah, dan bangunan yang dulu kokoh kini hanya reruntuhan. Hanya ada satu hal yang masih menghalangi jalannya: Rylira Erell, pemimpin elf yang berdiri dengan tongkat sihirnya di tangan, wajahnya penuh kemarahan.

Rylira mengangkat tongkatnya, wajahnya tegang dan dipenuhi tekad. "Kenapa kalian melakukannya?" teriaknya dengan suara yang berat. "Kalian menghancurkan desa kami, membunuh saudara-saudara kami... Apa lagi yang kalian inginkan dari kami?"

Kael menatapnya datar, matanya penuh kemarahan yang sulit disembunyikan. "Ini bukan pilihan kami," jawabnya tanpa emosi, suara datarnya penuh dengan kekerasan hati. "Kalian yang memulai pertempuran ini dengan menentang kami."

Dengan gerakan cepat, Rylira mengangkat tongkatnya, melepaskan bola api besar yang melesat ke arah Kael. Kael dengan cepat menghindar, melompat ke samping untuk menghindari serangan tersebut. "Terkadang, pertempuran tidak bisa dihentikan begitu saja," katanya dengan suara serak, menatap Rylira.

Kael melangkah maju, pedangnya terhunus, siap menebas apapun yang menghalangi jalannya. Serangan cepat meluncur ke arah Rylira, namun pemimpin elf itu dengan sigap mengangkat tongkatnya untuk membentuk perisai energi yang memblokir pedangnya. Kael menggeram pelan, kekuatan sihir elf itu tak bisa dianggap remeh.

"Tidak ada yang bisa menghalangi kami sekarang," kata Kael, suara dinginnya menyiratkan tekad yang kuat. "Jangan coba-coba bertahan lebih lama, Rylira."

Rylira bergerak mundur, mempersiapkan serangan berikutnya. Sihir yang dikeluarkannya lebih kuat kali ini—seberkas cahaya terang melesat dari ujung tongkatnya, menghancurkan tanah di sekitar mereka dan menciptakan ledakan besar. Kael kembali menghindar, namun kali ini ia sedikit terhuyung mundur akibat kekuatan ledakan tersebut.

"Masih bertahan?" ejek Kael dengan senyum tipis. "Kalian terlalu keras kepala."

Rylira menatap Kael dengan mata yang berkilat penuh kemarahan. "Kau tidak tahu apa yang kalian hancurkan. Ini bukan sekadar desa, ini rumah kami."

Namun, kata-kata itu tak memengaruhi Kael. Tanpa mengindahkan peringatan itu, ia melanjutkan serangan berikutnya, kali ini lebih cepat dan lebih mematikan. Pedangnya menyapu udara, menghantam perisai energi Rylira lagi. Rylira dengan susah payah bertahan, tubuhnya mulai tampak lelah. Setiap serangan Kael semakin kuat, dan perisainya semakin sulit dipertahankan.

"Kalian memang kuat, Kael," ujar Rylira, napasnya mulai terdengar berat. "Tapi kalian terlalu banyak menghancurkan tanpa berpikir tentang akibatnya."

Kael berhenti sejenak, menatapnya tajam. "Tidak ada yang perlu dipikirkan lagi. Ini sudah terlambat." Dengan satu gerakan cepat, Kael menghancurkan perisai yang dibangun oleh Rylira, menyusul dengan tebasan pedang yang langsung mengarah ke tubuh Rylira.

Dengan sisa kekuatan yang ada, Rylira mencoba menghindar, namun terlambat. Pedang Kael menghantamkan tebasan tajam ke lengannya, mengeluarkan darah yang mengalir deras. Wajahnya tampak terkejut, namun tidak ada lagi kata-kata yang keluar. Tubuhnya jatuh ke tanah dengan napas yang terengah-engah.

Kael berdiri di atas tubuhnya yang terjatuh, matanya yang tajam menatap pemimpin elf itu tanpa rasa belas kasihan. "Kalian membuat pilihan kalian sendiri," kata Kael, suaranya datar. "Ini adalah hasilnya."

Namun, meskipun ia telah berhasil mengalahkan Rylira, Kael tidak bisa menenangkan dirinya. Sesuatu masih mengganjal di benaknya. Grub Elang—mereka yang seharusnya berada di desa elf—tak tampak di manapun. Ke mana mereka? Mengapa tidak ada yang terlihat dari mereka? Keheningan itu mengganggu Kael, dan rasa cemas mulai tumbuh di dalam dirinya.

Dia menoleh ke arah hutan, matanya mulai mengira-ngira. Grub Elang seharusnya sudah berada di desa ini untuk membantu dalam pertempuran, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang terlihat. Kael mulai merasa ada yang salah. Mungkin ini bukan hanya tentang pertarungan ini.

Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan: Di mana mereka? Kenapa mereka tidak muncul? Dan yang lebih penting lagi, apa yang mereka rencanakan?

---

More Chapters