Bab 18
"Lamaran yang Berubah Menjadi Takdir"
Sore itu, di bawah langit yang mulai menguning,
Arkha datang dengan membawa sejuta tekad.
Ia datang bukan sebagai laki-laki yang membawa cinta dunia,
tetapi sebagai sahabat yang ingin menebus luka.
Di hadapan Naya yang berselendang putih,
dan Fadlan yang menunduk dalam rasa bersalah,
Arkha berbicara:
> "Naya...
Aku datang hari ini, bukan untuk meminangmu bagi diriku,
tapi untuk seorang laki-laki yang telah belajar tentang aibnya sendiri,
yang telah berani membenahi hatinya.
Sebab orang terbaik, bukan yang tidak pernah salah,
melainkan yang bersungguh-sungguh dalam taubatnya."
Naya menatap Arkha, matanya basah.
Ia terdiam lama, membiarkan gemuruh hatinya reda.
Lalu dengan suara pelan,
ia bertanya —
sebuah pertanyaan yang jatuh bagai butir mutiara ke dasar hati Arkha:
> "Ustadz Arkha...
Bila aku menerima lamaran ini,
apakah hatimu benar-benar ikhlas,
melepaskanku...
hingga ke surga nanti?"
Arkha tersentak.
Pertanyaan itu bagaikan menelanjangi rahasia terdalam hatinya.
Dalam sejenak, wajahnya kehilangan warna.
Ia menunduk, mencari jawab di dalam dirinya.
Sebab cinta, meski dipendam, tak pernah benar-benar mati.
Namun sebelum jawaban ragu itu membunuh kesunyian,
Fadlan berdiri.
Dengan suara mantap dan mata yang berkaca-kaca, ia berkata:
> "Berhentilah kalian menyiksa diri...
Bukankah cinta yang datang dari Allah,
tidak untuk dipenjarakan oleh gengsi dan prasangka?
Aku sadar...
akulah orang yang telah membuat dosa,
dan kalian berdua...
adalah bukti kasih sayang Allah yang tak terduga.
Maka hari ini aku mempersilahkan,
biarlah takdir berbicara.
Ustadz Arkha... nikahilah Naya,
sebab aku percaya...
kalian berdua akan menjadi jalan kebaikan yang Allah ridhoi."
Hening.
Langit seolah membisu,
angin berhenti berbisik,
seakan seluruh alam turut menjadi saksi
betapa akhirnya cinta suci itu tidak melawan takdir,
melainkan berjalan dalam garis-Nya yang lurus.
Arkha mendekat perlahan pada Naya.
Tatapan mereka bertemu — bukan dalam nafsu dunia,
melainkan dalam doa yang terajut sejak lama.
> "Jika ini jalan-Mu, Ya Allah..."
bisik Arkha dalam hatinya,
"maka aku terima,
bukan karena aku menginginkannya,
tapi karena Engkau yang mempertemukannya untukku."
---