LightReader

Chapter 2 - 2.Wu Xuan

Di suatu tempat yang tersembunyi di balik kabut waktu dan batasan ruang di dalam Nameless Patch Sect—sekte yang kini telah menjulang sebagai simbol kebesaran dan misteri dalam dunia kultivasi—terdapat sebuah gunung yang tak seorang pun berani datangi.

Gunung itu tidak dinamai, karena bahkan menyebutkan namanya dianggap menghina keheningan yang mengelilinginya. Gunung itu adalah tempat pengasingan sang leluhur pertama, sang pendiri dari segala hukum dan aturan yang membentuk fondasi sekte ini. Di sekeliling gunung itu, terbentang formasi-formasi kuno yang tak bisa ditafsirkan oleh siapapun, bahkan oleh tetua agung sekalipun. Formasi itu menjulang tinggi menembus langit, membentuk pola rumit bagaikan jalinan takdir yang tak bisa dipotong atau dipahami.

Langit di atas gunung itu tidaklah biasa. Di sana tergantung sebuah cincin raksasa yang melayang seperti portal ke kehampaan. Cincin itu berwarna ungu pekat, seperti daging luka yang belum sembuh, mengeluarkan aura mengerikan yang membuat ruang dan waktu di sekitarnya terasa menggigil. Cincin itu tidak bergerak, tidak berputar, namun denyut kekuatannya terasa dalam setiap hembusan angin dan detakan tanah.

Di empat penjuru gunung tersebut—timur, barat, selatan, dan utara—bersemayam empat makhluk kuno yang disebut hanya dalam legenda. Di timur, seekor naga bersisik giok emas yang tubuhnya sepanjang sungai surgawi, tertidur melingkar mengelilingi bebatuan suci. Di barat, seekor phoenix bermantel api surgawi yang berkedip-kedip meski matanya tertutup, seolah api itu tetap hidup dalam tidur abadinya. Di selatan, seekor Qilin dengan tanduk perak yang menjulang, tubuhnya memancarkan pancaran hukum alam yang rumit dan saling bertentangan. Dan di utara, seekor Kunpeng, separuh burung separuh ikan paus raksasa, membentangkan sayap-siripnya hingga menutupi langit bagian utara.

Meski makhluk-makhluk ini tertidur, aura yang mereka pancarkan begitu pekat hingga tak satu pun kultivator berani mendekat. Bagi mereka yang tak memiliki tekad sekuat besi, hanya dengan melihat ke arah gunung itu saja sudah cukup untuk membuat jiwa mereka remuk redam, dan pikiran mereka terperosok ke dalam ketakutan purba yang tak bisa dijelaskan.

Namun di balik semua itu, di puncak tertinggi gunung tersebut, tepat di bawah bayangan cincin ungu pekat, duduklah seorang pria.

Ia tampak seperti pengemis tua dari kejauhan. Kakinya terlentang santai, tangan kanannya memegang botol anggur kuno yang bahkan tak lagi memiliki label atau nama. Rambutnya panjang, kusut tapi tetap indah, menjuntai diterpa angin malam yang mengandung kekuatan waktu. Ia mengenakan pakaian hitam polos, tak satu pun simbol yang menunjukkan status atau kekuatan, namun hanya dengan melihatnya, dunia seperti menahan napas.

Anting sabit tergantung di telinga kirinya, berkilau redup seperti bulan yang terpotong, dirantai dengan rantai halus yang memancarkan cahaya abu-abu dari era sebelum sejarah. Matanya hitam keabu-abuan, kosong namun dalam, seolah dunia ini hanya pantulan kabur dari sesuatu yang telah ia tinggalkan. Wajahnya tua, berjanggut putih, terdapat garis-garis usia, namun ketampanan dan kewibawaannya tetap menentang logika surga.

"Hah," desahnya panjang, suara itu bagaikan gema dari jurang waktu, menggema lambat ke seluruh gunung. "Membosankan..."

Ia meneguk anggur dari botol yang tak pernah kosong, lalu memandang ke langit dan bumi di bawahnya. Di matanya tidak ada gairah, tidak ada ketertarikan, hanya kehampaan yang begitu nyata hingga alam pun ikut terdiam.

Ia adalah Wu Xuan—nama yang tak pernah diucapkan keras-keras oleh murid-muridnya, bukan karena takut, tapi karena nama itu terlalu berat untuk ditanggung oleh lidah biasa. Wu Xuan, sang pendiri Nameless Patch Sect, pria yang namanya berarti: Tanpa Keramaian, Kosong, Ada namun Tidak Ada. Sebuah paradoks hidup yang telah berjalan di antara bintang-bintang dan menghancurkan surga dengan tangannya sendiri.

"Sudah dua ratus ribu tahun aku ada di dunia ini," katanya, lebih kepada botol anggurnya daripada kepada dunia. "Selama seratus ribu tahun pertama, aku menjelajahi dunia, menembus alam semesta yang tak berujung. Aku melawan dewa-dewa, makhluk mitos, dan eksistensi yang bahkan tak bisa dijelaskan oleh bahasa. Saat itu, hatiku masih menyala oleh gairah pertarungan."

Ia terdiam sejenak, mengenang masa-masa di mana suaranya mengguncang galaksi, di mana satu ayunannya meruntuhkan langit.

"Namun, pada akhirnya, semua menjadi sama. Mereka semua jatuh. Tidak ada lagi yang layak untuk kuayunkan pedangku. Tidak ada lagi yang mampu membuat darahku mendidih."

Lelaki itu menatap botol anggurnya, lalu meneguk lagi.

"Seratus lima puluh ribu tahun lalu... aku berdiri sendirian melawan ribuan kultivator tingkat puncak di sebuah semesta yang kini tak lagi ada dalam catatan siapa pun. Planet-planet hancur, bintang redup, galaksi menjadi abu. Bahkan matahari pun padam saat itu... dan aku tetap hidup."

Ia mendongak, menatap cincin ungu di atasnya.

"Dan seratus ribu tahun lalu... aku lelah. Maka aku turun ke alam bawah dan membentuk sekte ini. Sekte tanpa nama. Sekte yang kubuat hanya untuk satu alasan: keheningan."

Ia menyandarkan punggungnya pada batu besar yang mengandung formasi pelindung abadi, lalu memejamkan mata. Angin bertiup, membawa aroma anggur dan kenangan ribuan era yang telah terkubur.

"Mungkin... suatu hari, akan muncul seseorang yang bisa membangunkanku lagi. Tapi apakah mungkin?. Tapi walaupun tidak ada masih ada rantai yang mengikat ku untuk tidak menembus dunia ini,dan sebuah tembok yang menghalangi ku mencari asal usul ku".

"Hahh..."

Lalu sunyi pun kembali turun, dan dunia pun menahan napas, seolah menunggu sesuatu yang belum saatnya bangkit.

More Chapters